Honzuki no Gekokujou Volume 1 Chapter 7 Bahasa Indonesia – Kertas: Tak Bisa Didapatkan Bahasa Indonesia

Reader Settings

Size :
A-16A+
Daftar Isi

Honzuki no Gekokujou: Shisho ni Naru Tame ni wa Shudan wo Erandeiraremasen
Volume 1 Chapter 7 Bahasa Indonesia – Kertas: Tak Bisa Didapatkan

Kertas: Tak Bisa Didapatkan

Translator : Wabbaj4ck 

Profreader : Another Chan

Aku berjinjit sambil berpegangan pada punggung Ralph dan akhirnya gerbang tembok luar pun terlihat. Dinding luar yang melindungi kota, dan dari dekat aku melihat bahwa dinding itu sangat tinggi. Bahkan setinggi bangunan Jepang tiga lantai dan cukup tebal. Ada gerbang di sisi utara, timur, selatan, dan barat tembok luar, dan beberapa prajurit berjaga di masing-masing pintu itu untuk memeriksa orang-orang yang masuk.

Kami telah sampai di gerbang selatan dan kami dapat melihat beberapa prajurit yang sedang bertugas itu. Salah satunya adalah ayahku. Aku tidak bisa mengenali mana ayahku diantara prajurit yang lain, tetapi Tuuli entah bagaimana bisa. Dia memeluk bungkusan itu di dadanya dan berlari ke arahnya, dan melambai keras. “Ayaaaah! Kamu melupakan sesuatu. kamu membutuhkan ini, bukan? ”

Ayah berkedip kaget sembari Tuuli menyerahkan benda itu padanya dengan senyum yang cerah. Sangat … sangat baik. Kamu sangat baik, Tuuli. Padahal Yang aku pedulikan hanyalah menghindari kemarahan Ibu karena ayah lupa barang yang ibu cari dengan susah payah.

“Ya, aku memang membutuhkannya. Terima kasih … Tunggu, apa kamu meninggalkan Myne sendirian ?! ”

“Tidak, aku membawanya bersamaku. Lihat? Ralph menggendongnya di punggungnya. ”

Mata ayah menjadi penuh dengan keraguan, dia merasa tidak enak karena tidak memperhatikanku, dia menggosok tangannya ke kepala Ralph. “Terima kasih sudah menggendongnya, Ralph.”

“Ti-tidak apa-apa, Lagi pula, kami sedang dalam perjalanan ke hutan.” Ralph menurunkanku ke tanah, dia tampak sedikit kesal karena Ayah mengacak-acak rambutnya. Dia kemudian mengambil kembali barang-barangnya dari Fey dan Lutz.

“Terima kasih, Ralph. Kamu juga, Lutz dan Fey. ”

Setelah melihat Ralph dan yang lainnya pergi ke hutan melalui gerbang, Tuuli dan aku dibawa ke ruang tunggu di dalam pintu gerbang bagian dalam.

Dinding luar itu cukup besar untuk memuat ruangan berukuran sekitar sembilan meter persegi di dalamnya. Ruangan Itu tidak terlalu besar, tapi ternyata ada ruang tunggu lain dan kamar untuk mereka yang bertugas di malam hari juga. Ruang tunggu kami memiliki meja sederhana, bangku, dan satu lemari dengan rak.

Aku melihat sekeliling, aku merasa seperti turis di negara asing, dan tak lama kemudian salah satu rekan kerja Ayah membawa gelas berisi air untuk kami. “Kau benar-benar membesarkan anak perempuanmu dengan baik, hehe.”

Butuh sekitar dua puluh menit bagi seorang anak seperti Tuuli untuk berjalan dari rumah ke gerbang, jadi aku sangat menghargai airnya. Aku menelan air di gelas kayu itu dan menghela nafas lega. “Haaah. Airnya enak sekali. Akhirnya, aku bisa mengistirahatkan kakiku yang sakit. ”

“Kau bahkan hampir tidak bisa berjalan sendiri, Myne,” kata Tuuli dengan bibir mengerucut, menyebabkan semua orang tertawa bersamaan. Aku ingin menyangkalnya, tapi karena semua orang melihat Ralph menggendongku, aku tidak bisa mengatakan apa pun padanya.

Ketika aku minum secangkir air kedua kalinya, seorang tentara memasuki ruangan. Dia mengeluarkan benda yang tampak seperti kotak peralatan dari kabinet dan segera pergi. Sepertinya dia sedang terburu-buru, jadi aku melihat sekeliling. “Apakah ada sesuatu yang terjadi, ayah?”

“Mungkin hanya seseorang yang membutuhkan perhatian khusus di gerbang. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. ” Ayah melambaikan tangannya, tapi perilakunya yang tergesa-gesa membuatku sedikit khawatir. Apakah semuanya akan baik-baik saja? Maksudku, seorang prajurit yang menjaga gerbang ini sedang bergegas. Bukankah itu masalah yang genting?

Berbeda sekali denganku, Tuuli memiringkan kepalanya dengan bingung tanpa terlihat khawatir sama sekali. “Seseorang yang membutuhkan perhatian khusus? Apakah aku pernah melihat seseorang seperti itu? ” Meskipun sering melewati gerbang, Tuuli tidak bisa segera membayangkan seseorang yang membuat penjaga itu harus terburu-buru.

Ayah menggosok janggutnya dan mencari kata-kata yang tepat. “Aaah, ya. Bayangkan seseorang yang kelihatannya mencurigakan yang mungkin adalah seorang penjahat, atau mungkin sebaliknya, orang itu adalah seorang bangsawan yang perlu kita beri tahu Lord Ehrenfest sebelum membiarkan mereka masuk. ”

“Wow …” Rupanya, mereka hanya menilai orang dari penampilan mereka. Yah, aku tidak bisa melakukan apa-apa soal itu. Dunia ini sepertinya tidak memiliki jaringan informasi yang kuat atau semacamnya. Tentara di kota ini tidak memiliki cara untuk meneliti latar belakang siapa pun yang masuk.

“Kami menyuruh mereka menunggu di ruang terpisah sementara para atasan memutuskan apakah mereka bisa masuk atau tidak.”

Aaah. Jadi itu sebabnya ada begitu banyak ruang tunggu di dekat gerbang. Aku mengerti. Aku bertaruh ruang tunggu untuk bangsawan dan ruang tunggu untuk orang-orang yang tampak mencurigakan sama sekali berbeda dalam ukuran dan furnitur.

Pikiranku terganggu setelah prajurit muda dengan rambut cokelat gelap dan mata coklat masuk dan membawa kotak itu dan menggulungnya dengan sesuatu sehingga menjadi seperti bentuk tabung. Ekspresinya sama sekali tidak memiliki kekhawatiran. Ayah benar, ternyata tidak seserius itu.

Prajurit itu, membungkus kotak itu dan menggulungnya di tangan kirinya, kemudia berdiri di depan Ayah dan mengetuk tangan kanannya ke sisi kiri dadanya dua kali. Ayah berdiri, memperbaiki postur tubuhnya, dan mengulangi gerakan mengetuk tangan yang sama. Itu mungkin adalah gestur penghormatan dunia ini. (sasageyo sasageyo~~)

“Otto, apa laporanmu?”

Aku mengeluarkan suara kagum kecil setelah melihat Ayah dengan ekspresi serius. dia tidak seperti ayah yang sering kulihat di rumah. Dia biasanya terlihat sangat malas dan santai. Dia berubah menjadi serius dengan cepat. Saat serius, dia sebenarnya terlihat cukup keren.

“Count Lowenwalt meminta masuk.”

“Dan segelnya?”

“Sudah diperiksa dan dikonfirmasi.”

“Baiklah, biarkan dia lewat.” Otto memberi satu hormat lagi sebelum duduk di kursi di sisi kami yang berlawanan. Dia meletakkan kotak itu di atas meja dan membentangkan gulungan di sampingnya. Gulungan itu sehalus kertas dan memiliki aroma khas yang membuat mataku terkunci padanya.

…Kertas Kulit (perkamen pokoknya semacam kertas)?! Aku tidak tahu pasti apakah itu perkamen atau tidak, yang pasti benda terlihat seperti kertas yang terbuat dari kulit binatang. Aku sudah terbiasa dengan kertas yang terbuat dari tanaman, tetapi kertas di zaman dahulu hanyalah kulit binatang yang dikeringkan yang biasa disebut perkamen. Bahasa dunia ini ditulis di atasnya, meskipun aku tidak bisa membaca huruf-huruf itu.

Ketika aku menatapnya dengan mata yang terbuka lebar, Otto mengambil sebotol tinta dan sebatang buluh pena (pena dari bulu burung) dari kotak peralatan dan mulai menulis sesuatu di atas perkamen itu.

AAAAAH! Dia sedang menulis! Ada seseorang yang tahu cara menulis di depanku! Dia adalah man of culture pertama yang aku temui di dunia ini. Aku sangat ingin dia mengajariku sistem huruf dunia ini!

Ayah menggoyang-goyangkan rambutku dan bertanya, “Ada apa?” saat aku menatap tangan Otto yang bergerak.

Aku menatapnya dan menunjuk pada apa yang aku yakini sebagai perkamen. Aku harus mengetahui apa namanya dalam Bahasa dunia ini terlebih dahulu jika aku ingin membicarakannya. “Ayah ayah. Apa ini?”

“Itu perkamen. Kertas yang terbuat dari kulit kambing atau domba. ”

“Dan benda hitam ini?”

“Tinta. Dia menulis dengan pena. ”

Sudah kuduga. Aku telah menemukan tinta dan kertasku. Aku akan bisa membuat buku dengan benda ini, tidak masalah.

Sambil menahan dorongan untuk melompat dengan gembira, aku meremas tanganku di depan dadaku dan menatap Ayah. “Um, Ayah. Bisakah aku memilikinya? ”

“Tidak. Itu bukan mainan untuk anak-anak. ” Kekuatan memohonku dengan menggunakan kemanisan gadis kecilku ditolak secara instan.

Tentu saja, aku bukan tipe gadis yang akan menyerah setelah diberitahu, tidak sekali pun. Ketika aku masih menjadi Urano, orang-orang selalu mengatakan kalau aku adalah orang yang paling keras kepala dan gigih yang pernah mereka temui. Sudah waktunya untuk menunjukkan kepada Ayah betapa gigihnya aku ketika berbicara tentang buku.

“Aku ingin menulis seperti dia. Aku ingin kertas dan tinta. Kumohoooon? ”

“Tidak, tidak boleh! Kamu bahkan tidak tahu menulis huruf, Myne.” Memang benar bahwa tinta dan kertas tidak berguna bagi seseorang yang buta huruf. Itulah sebabnya pernyataan Ayah adalah kesempatan yang sempurna bagi aku untuk memabalikkan keadaan.

“Kalau begitu ajari aku. Aku ingin belajar. Maukah ayah memberi aku tinta dan kertas jika aku belajar? ”

Jika bawahannya yang tampak muda itu bisa menulis, maka Ayah pasti bisa menulis. Dia, seperti, kapten mereka. Aku tidak berharap sih, dirumah saja tidak ada kertas, jadi bagaimana mereka bisa menulis, tetapi itu tampaknya merupakan kesalahpahaman yang beruntung bagiku. Impianku untuk membaca buku di dunia ini mungkin akan segera terwujud jika Ayah mengajariku cara membaca.

Ketika aku tersenyum cerah, ketika aku berusaha dengan keras untuk  meminta apa yang aku inginkan, aku mendengar sebuah tawa. Aku menoleh ke arah suara itu dan melihat bahwa Otto, yang telah mendengarkan kami saat menulis, telah tertawa terbahak-bahak dan tak berdaya.

“Ha ha ha! mengajarimu …? Heh, bukankah kamu hampir tidak tahu bagaimana cara menulis, Kapten? ”

Saat aku mendengar kata-kata itu, aku mendengar ada suara retakan di dalam jiwaku. aku hanya membeku di tempat dan memasang senyuman, seolah-olah seember air dingin dituang ke atas kepalaku. “Apa? Ayah, kamu tidak tahu cara menulis? ”

“Te-Tentu saja aku bisa membaca dan menulis, ….sedikit. Aku juga harus tahu untuk membaca bagian dokumen yang harus aku tangani, tetapi hanya itu. Yang terbaik yang bisa aku lakukan adalah menuliskan nama orang yang aku dengar. ”

“Oh …?” Aku menatap Ayah dengan mata yang dingin ketika dia membuat alasan dengan ekspresi cemberut. Jadi pada dasarnya, jika dibandingkan dengan duniaku, dia tahu alfabet dan bisa menulis nama teman-temannya, gitu? Karena Otto mengatakan “hampir,” dia mungkin sama seperti anak kelas satu yang bisa salah menulis nama-nama itu.

“Hei Ayolah, jangan lihat ayahmu dengan tatapan seperti itu.” Otto, biang keladi di balik rasa hormatku pada Ayah yang melesat naik dan kemudian segera jatuh lagi, mengkritikku sedikit dengan ekspresi yang agak khawatir. Kemudian, seolah-olah untuk membantu menjaga martabat Ayah, dia mulai menjelaskan pekerjaan apa yang dilakukan seorang tentara.

“Tentara bekerja untuk melestarikan perdamaian kota, tetapi ketika menyangkut urusan penting yang melibatkan para bangsawan, biasanya para ksatria yang mengurus urusan administrasi itu. Laporan lisan yang sederhana sudah cukup untuk mengatasi urusan yang kurang penting, sehingga dalam pekerjaannya, tentara jarang membaca. Menulis nama itu sudah lebih dari cukup. ”

Ayah membusungkan dadanya dengan bangga, suasana hatinya menjadi cerah oleh bantuan moral dari Otto. Pandanganku yang dingin sepertinya benar-benar mengiris hatinya.

“Warga kota pedesaan bahkan lebih buruk. Biasanya hanya kepala kota yang bisa membaca, jadi ayahmu ini sangat luar biasa. ”

“Oke, ayahku yang luar biasa. Aku ingin kertas dan tinta. Kumohoooon? ” Jika dia sehebat itu, maka dia harus menunjukkannya dengan memberi putrinya yang lucu sekitar seratus lembar kertas.

Tapi permintaanku menjadi suatu hal yang sangat ditakuti oleh ayah. “Si-Siapa yang akan menghabiskan gaji sebulannya hanya untuk membelikan sebuah kertas bagi gadis kecilnya!!”

Tunggu apa?! Gaji sebulan? S-Seberapa mahal perkamen itu sih?! Aku bisa mengerti mengapa dia begitu ragu untuk memberiku satu sekarang. Itu juga menjelaskan mengapa tidak ada kertas di rumah kami atau mengapa aku tidak bisa menemukan toko buku. Perkamen terlalu mahal untuk rakyat jelata. Keluargaku saja sudah susah untuk hidup; tidak mungkin mereka akan menghabiskan Gaji mereka yang berharga hanya untuk sebuah kertas untuk membuat buku.

Aku merendahkan bahuku, tertekan, dan Otto mengacak-acak rambutku.

“Dari awal, kurasa tidak ada toko yang menjual perkamen kepada rakyat jelata. Kertas hanya digunakan oleh bangsawan, pejabat pemerintah, dan pedagang kaya yang memiliki koneksi dengan bangsawan. Jika kamu hanya ingin mempelajari huruf-huruf mengapa tidak menggunakan batu tulis? Aku bisa memberimu punyaku yang sering aku gunakan dulu. ”

“Benarkah?! Aku Menerimanya dengan senang hati!!! ” Aku segera mengangguk dan dia dengan ramah berjanji untuk memberi aku batu tulis lamanya. Dengan suasana yang bagus ini, aku berusaha agar dia bisa mengajari aku. “Terima kasih, Tuan Otto! Aku sangat senang kamu akan mengajari aku huruf-huruf! ”

Ketika aku tersenyum lebar, Ayah memandang antara aku dan Otto dengan ekspresi yang cukup menyedihkan di wajahnya, tetapi aku pura-pura tidak memperhatikannya. Aku sangat senang belajar huruf-huruf dan memiliki batu tulis, tetapi yang aku inginkan adalah sebuah buku dan kertas untuk membuatnya.

Lagipula, kau tidak dapat menyimpan informasi di batu tulis. Batu Itu seperti papan tulis , kau tulis kemudian segera dibersihkan. Sempurna untuk belajar huruf, tetapi tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan buku.

Namun, masalahnya toko tidak menjual kertas kepada rakyat jelata. Bagaimana aku bisa membuat buku tanpa kertas? Atau dengan kata lain, apa yang akan aku lakukan jika aku tidak bisa mendapatkan kertas? Hanya ada satu jawaban: Aku harus membuatnya sendiri.

Ngggh, jalan untuk mendapatkan buku sangatlah panjang!

–Litenovel–
–Litenovel.id–

Daftar Isi

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *