Honzuki no Gekokujou Volume 1 Chapter 10 Bahasa Indonesia – Batu Tulis Didapatkan! Bahasa Indonesia
Honzuki no Gekokujou: Shisho ni Naru Tame ni wa Shudan wo Erandeiraremasen
Volume 1 Chapter 10 Bahasa Indonesia – Batu Tulis Didapatkan!
Batu Tulis Didapatkan!
Translator : Wabbaj4ck
Profreader : Another Chan
Hal terpenting yang harus disiapkan untuk musim dingin adalah makanan. Tidak seperti di Jepang, disini tidak ada supermarket yang buka setiap hari tiap tahunnya. Nyaris tidak ada tanaman yang bisa ditanam atau dipanen dan pasar tidak akan buka karena cuacanya bersalju. Jika kamu tidak ingin mati kelaparan, Kamu harus bersiap terlebih dahulu. Itulah sebabnya aku saat ini sedang duduk di belakang gerobak tertutup di antara banyaknya barang-barang.
Semuanya berawal ketika ayah membangunkan kami semua ketika pagi buta. “Oke, kita akan pergi ke peternakan hari ini! Semuanya sudah siap? ”
Umm, tidak, tentu saja tidak. Apa yang sedang terjadi? Aku mengusap mataku yang masih mengantuk dan memelototi ayah, tetapi ibu dan Tuuli sama-sama mengangguk antusias dengan senyuman bahagia di wajah mereka. Aku adalah satu-satunya orang yang tidak mengerti akan situasi ini.
“Oh, benar. Myne sedang sakit ketika ini kita setujui ini bersama, jadi dia mungkin tidak pernah mendengarnya.” Ibu menepuk tangannya serta Tuuli dan Ayah mengangguk setuju. Rasanya seperti aku ditinggalkan dan dikucilkan dari anggota keluargaku sendiri, yang mana rasanya tidaklah mengenakan.
Aku sedikit cemberut, kukembungkan pipiku, tapi semua orang mulai bersiap-siap. Mereka sepertinya tidak punya waktu untuk mengkhawatirkanku.
“Bagaimanapun, kita harus tetap hangat. Aku ingat kamu terkena demam tahun lalu, Myne! ” Ibu memanggilku sambil membawa barang-barang menuruni tangga. Aku berada di tengah-tengah berganti pakaian karena, mengingat bahwa mereka tidak akan membiarkanku tinggal di rumah sendirian, aku tidak punya pilihan selain pergi bersama mereka.
… Kenapa kita pergi ke peternakan di desa yang sangat jauh? Aku berniat untuk berjalan kaki setidaknya sampai setengah dari perjalanan ke desa untuk membangun kekuatanku, tetapi aku sangat lambat sehingga ayah frustrasi dan menempatkanku di kereta. Tidak ada ruang untukku, jadi aku meringkuk sekecil mungkin.
Di dalam gerobak ada beberapa tong dengan ukuran yang berbeda-beda, banyak botol kosong, tali, kain, garam, dan kayu. Itu semua hal yang penting untuk apa yang akan kami lakukan di peternakan nanti, mungkin. …Tunggu. Apakah itu berarti aku adalah hal yang paling tidak berguna diantara barang-barang dalam gerobak ini?
Ayah menarik kereta dari depan sementara Ibu dan Tuuli mendorongnya dari belakang. Sepertinya aku hanyalah menjadi penghambat, yang lagi-lagi membuatku merasa tidak enak.
“Um, Bu. Mengapa kita pergi ke peternakan? ”
“Tidak ada toko pengasapan di kota, kan? Jadi kita akan menyewa toko pengasapan yang ada di desa perpeternakanan terdekat. ”
Kita akan mengasapi daging? Itu mengingatkanku tentang kami membeli banyak daging di pasar beberapa hari lalu.
Tapi aku merasa dia sudah merebus atau mengasinkan sebagian besar daging itu. Apa masih banyak yang tersisa? Bukankah daging itu seharusnya sudah busuk sekarang? Apakah ini baik-baik saja?
Aku mulai menghitung hari-hari yang sudah berlalu dengan jari-jariku, aku sangat khawatir, tetapi Ibu hanya menatapku dengan kebingungan.
“Apa yang kamu bicarakan? Hari ini adalah hari babi (mungkin hari dimana babi disembelih). Kita akan membeli dua babi di peternakan, dibagi menjadi beberapa kelompok untuk menyiapkannya, dan kemudian kita berbagi dagingnya.”
“Apa?” Untuk sesaat, telingaku tidak mendengar apa yang dikatakan Ibu. Ada jeda waktu yang singkat antara aku mendengar kata ibu dan suaranya mencapai otakku, dan ketika aku menyadarinya, aku mulai bergetar. “Ha-ha-ha-ha, Hari babi ?! Apa?!”
“Hari ketika kita dan tetangga kita berkumpul bersama, menyembelih babi, mengasinkannya, mengasapinya, dan membuat bacon, sosis, dan semua jenis daging lainnya. Ya ampun, tidak ingatkah kamu tahun la-… ah, sebenarnya, kamu terkena demam di kereta dalam perjalanan ke sana. ”
Jujur, aku juga ingin demam tahun ini. Paling tidak aku tidak harus menyaksikannya terjadi.
“Bu, bukankah kamu membeli banyak daging di pasar beberapa hari yang lalu …?”
“Kamu harus tahu itu tidaklah cukup. Sebenarnya, daging itu hanyalah daging tambahan, babilah daging utamanya. ”
Aku pikir dia membeli lebih dari cukup daging sebelumnya, tetapi ternyata itu semua hanya daging tambahan, bahkan bukan daging utama. Aku bahkan tidak bisa membayangkan berapa banyak daging yang diperlukan untuk bisa bertahan selama musim dingin.
Berlawanan dengan aku yang depresi karena tidak bisa menghindari melihat babi disembelih, Tuuli malah tersenyum cerah dengan bahagia ketika dia mendorong gerobak. “Ada banyak hal menyenangkan tentang hari ini. Kita bisa mencicipi daging dan ada sosis segar untuk makan malam, sangat enak. Ini adalah pertama kalinya kamu membantu, Myne, tapi ini seperti festival yang membuat semua orang senang. Aku senang kita bisa pergi bersama tahun ini! ”
“Semua orang?” Aku mengedip dalam kebingungan, dan Ibu menjawab dengan ekspresi yang secara praktis mengatakan “Jangan tanya pertanyaan jika sudah tau jawabannya.”
“Dengan siapa kita akan melakukannya jika bukan tetangga kita? Menyembelih babi adalah pekerjaan serius, itu tidak dapat dilakukan tanpa setidaknya dengan sepuluh orang dewasa. ”
Eugh, tetangga kita … Myne memiliki banyak kenangan yang samar-samar, jadi pasti akan ada banyak orang yang mengenalku dan aku tidak mengenali mereka. Dan aku tidak hanya akan berurusan dengan mereka, tapi kami juga akan menonton penyembelihan babi. Hanya mengingat apa yang aku lihat di pasar saja sudah cukup untuk membuatku merinding.
“… Aku tidak mau pergi.”
“Apa yang kamu bicarakan? Kami tidak akan memiliki sosis atau bacon sepanjang musim dingin jika kita tidak pergi. ”
Kami membutuhkan daging untuk musim dingin, jadi tentu saja mereka tidak akan balik ke rumah bahkan jika aku berkata aku tidak ingin pergi. Aku harus berpartisipasi, betapapun kecilnya keinginanku. Aku menghela nafas, tertekan, dan tak lama kemudian gerobak kami mencapai gerbang selatan dinding luar.
“Tunggu, Kapten? Apakah kamu tidak terlambat? Semua orang sudah lewat dari tadi. ”
“Ya, aku tahu.”
Salah satu rekan kerja Ayah memanggilnya ketika kami melewati gerbang. Rupanya, tetangga kita sudah lama pergi ke peternakan.
“Hadija (hati-hati dijalan).” Seorang lelaki yang terlihat lebih muda yang sepertinya menyukai anak-anak melambaikan tangannya padaku, jadi aku balas dengan melambai. Kesopanan adalah hal yang penting dalam semua hal.
“Wooow …” Saat gerobak kami bergemuruh keluar dari terowongan kecil gerbang selatan, aku menjerit kecil kaget. Itu adalah pertama kalinya aku meninggalkan tembok kota sejak menjadi Myne. Sejujurnya, aku tidak menyangka hal-hal yang ada di luar sangat berbeda.
Pertama-tama, diluar tidak ada bangunan. Di dalam kota ada banyak bangunan yang saling behimpitan dan tidak pernah berakhir, tetapi begitu kami sampai di luar gerbang, hanya ada jalan yang lebar dengan hanya ada sekitar sepuluh hingga lima belas gubuk bisa terlihat.
Selain itu, udaranya segar. Semakin terbuka, semakin bagus udaranya, kupikir, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, aku teriingat bahwa udara bisa terasa seenak ini. Tidak ada tembok tinggi untuk menghalangi semua bau di dalamnya. Aku melihat sekeliling dan melihat ladang tanaman di satu sisi aku dan hutan pohon-pohon tinggi di sisi lain. Pemandangan itu sangat bagus.
“Myne, tutup mulutmu. Kamu akan menggigit lidahmu. ”
“Buh ?!”
Tepat setelah peringatan Ayah, kereta mulai berderak naik dan turun bahkan lebih buruk dari jalanan di kota. Jalanannya telah berganti dari batu bulat menjadi tanah yang normal dengan gundukan-gundukan kecil. Keretanya bergetar sangat keras sehingga aku pikir semua barang kami akan jatuh, tetapi setidaknya mereka memiliki tali yang menahannya. Aku berada dalam bahaya karena aku paling besar dan karena aku tidak diikat oleh apa pun. Aku berpegangan erat ke sisi gerobak untuk keselamatanku sendiri.
Jalan seperti ini adalah jalan terburuk! Pada hari-hari yang cerah mereka sangat bergelombang dan pada hari hujan mereka penuh dengan lumpur! Pelajarilah cara membuat aspal! Aku meluapkan keluhan amarahku di dalam hati dan sepertinya aku merasa Ayah mempercepat jalannya.
Kami telah tiba di desa. Desa Itu sekitar lima belas menit dari gerbang kota, dan setelah melewati pintu masuk, aku bisa mendengar banyak orang berbicara.
“Hampir sampai.”
Menyembelih babi terutama adalah pekerjaan untuk pria. Mereka harus menahan binatang buas yang beratnya lebih dari seratus kilogram, belum lagi mengikat mereka dan menggantung mereka. Itu adalah pekerjaan yang membutuhkan banyak kekuatan.
Sementara mereka melakukan itu, para wanita akan menyiapkan pengasapannya, merebus banyak air, dan menyiapkan garam dan peralatan untuk pengawetan.
Pada saat kami tiba di desa, penyembelihannya sudah dimulai. Mereka yang tidak berpartisipasi tentu saja tidak akan mendapatkan daging.
“Sial! Sudah mulai! Effa, Tuuli, cepat lari! ”
“Oh tidak! Lari, Tuuli! ”
“Baik!”
Mereka bertiga melepaskan gerobak, meraih celemek berlapis lilin yang terbuat dari beberapa bahan yang tebal, dan mengenakannya. Begitu ibu dan Tuuli mengenakan pakaian mereka, mereka bergegas ke tempat pengasapan di mana sekelompok wanita sudah berada. Ayah memakai celemeknya juga dan lari setelah meraih tombak, yang mungkin merupakan alat penting di sini.
Ap… Semuanya begitu cepat! Keluargaku semua lari sebelum aku bahkan bisa memproses apa yang terjadi. Aku bisa saja mengejar Ibu, tetapi aku tidak ingin berdiri di tengah kerumunan tanpa tahu apa yang harus dilakukan.
Itu adalah ritual tahunan bagi orang-orang ini, jadi mungkin ada satu ton aturan yang tak tertulis. Kalau saja aku punya buku manualnya.
Sadar bahwa aku hanya akan mengacaukan apa pun yang aku lakukan, aku memutuskan untuk menunggu di kereta sampai seseorang memanggilku. Ini juga pekerjaan yang penting, kataku dalam hati sambil duduk di atas gerobak terlantar yang tidak tahu melakukan apa-apa.
Sayangnya, ayah meninggalkan gerobak tepat di tengah-tengah ladang pembantaian babi. Ada sedikit jarak di antara kami, tapi aku bisa melihat babi itu menjerit kesakitan dan ketakutan saat melarikan diri dari para pengejarnya. Ada pancang kayu besar yang ditanam ke tanah, dihubungkan dengan tali ke kaki belakang kanan babi. Babi itu melarikan diri dalam lingkaran di sekitar pancang sementara para pria mengejarnya, dengan putus asa berusaha untuk membantingnya.
Aku melihat kepala merah muda yang familiar di kerumunan itu. Ralph dan Lutz pasti ada di sekitar sini.
“Pergi! Hyaaah! ” jeritan pertarungan, Ayah berpartisipasi dalam pengejaran itu. Dia menyiapkan tombak dengan kecepatan tinggi dan kemudian menusukkannya ke babi itu. Serangan itu sudah cukup membuat babi untuk mulai kejang-kejang, kakinya berkedut, sebelum berhenti bergerak sepenuhnya.
Aku menjerit kecil, tetapi semua pria bersorak atas apa yang telah dia lakukan. Ibu bergegas maju dengan benda yang tampak seperti ember logam dan tongkat yang agak panjang. Wanita lain membawa mangkuk untuk babi itu. Sesaat kemudian, darah disemprotkan ke mana-mana, mewarnai celemek beberapa orang sehingga membuatnya menjadi berwarna merah tua. Ayah mungkin menarik tombaknya keluar setelah ember dan mangkuk pengumpul darah disiapkan.
Aku menahan mulutku dan merasakan diriku gemetar ketakutan. Aku tidak bisa melihat babi itu, karena semua wanita berkerumun di sekitarnya, tetapi aku bisa melihat bagaimana secara mekanis wanita-wanita itu mengumpulkan darah dalam mangkuk dan menuangkannya ke dalam ember.
Ibu mengerutkan alisnya sedikit sementara dengan kuat mengaduk semua darah yang dituangkan ke dalam embernya. Ngh … Ibu terlihat sangat menakutkan sekarang.
Setelah itu, sekelompok orang bekerja bersama untuk menggantung terbalik babi itu di pohon yang telah disiapkan sebelumnya. Darah yang belum berhasil mereka peras sampai habis dari babi itu, kini mulai menetes ke tanah.
Penyembelihan yang sebenarnya akan segera dimulai. Seorang pria dengan pisau daging tebal berjalan dan menekannya ke perut babi.
Itu adalah hal terakhir yang aku ingat. Sebelum aku menyadarinya, aku berada di sebuah bangunan batu, bukan sebuah rumah yang aku lihat di desa. Aku bisa melihat langit-langit karena seseorang telah membaringkanku, tetapi itu bukan langit-langit rumahku.
Aku berkedip beberapa kali, masih dalam keadaan terbaring, dan kemudian aku teringat ingat apa yang aku lihat sebelum pingsan. Itu membuatku merasa mual. Tetapi untuk beberapa alasan, ada sesuatu yang terasa sangat familiar tentang babi yang disembelih itu.
Apa itu … Seperti, sesuatu yang digantung terbalik, dan kemudian dipotong … kata-kata itu sudah ada di ujung lidahku, tapi tidak akan keluar. Jika aku harus menebak, itu bukan salah satu dari ingatan Myne. Itu adalah salah satu dari ingatan Urano. Aku pasti melihat sesuatu yang serupa di Jepang.
Ah! Babi itu tampak seperti ikan yang kulihat digantung terbalik di pasar pantai Ibaraki! Dari perspektif itu, aku bisa mengerti mengapa semua orang begitu bersemangat tentang babi itu. Aku ingat betapa bersemangatnya orang makan ikan yang segar. Yah … aku bisa mengerti, tapi masih agak sangar secara emosional bagiku. Maksudku, ikan itu tidak berteriak kesakitan seperti itu. dia tidak menyemburkan darah. Guuuh, sangat kotor …
Aku berguling, memegangi mulutku, dan langsung jatuh dari tempatku berbaring.
“Oooow …” Aku menggunakan tanganku untuk berdiri dan melihat sekeliling, segera melihat bahwa aku sedang beristirahat di bangku kayu kecil. Ada perapian yang menyala di dekatnya, jadi disini tidak begitu dingin. Tetapi tidak ada orang di sekitar, dan aku tidak bisa mendengar ada yang berbicara.
Oh benar … Ngomong-ngomong, di mana aku? Saat aku memutuskan aku perlu mencari tahu di mana aku berada, seorang tentara mengintip ke dalam ruangan, mungkin karena telah mendengar aku terjatuh.
“Oh. Akhirnya kau bangun, ya? ”
“Tuan. Otto? ” Aku menghela nafas lega, senang melihat seseorang yang kukenal.
Sebuah bangunan batu dengan Otto di dalamnya hanya bisa berarti bahwa aku berada di salah satu ruang tunggu gerbang. Kecemasanku hilang setelah aku tahu di mana aku berada.
“Itu artinya kamu ingat aku, kan?” Otto tampak lega karena aku mengingatnya. Itu masuk akal. Lagipula aku masih anak-anak. Dia pasti berpikir bahwa aku akan mulai menangis jika melihat seseorang yang tidak aku kenal.
“Aku tidak akan pernah bisa melupakanmu.” Maksudku, Kamu adalah man of culture pertama yang aku temui di dunia ini dan guru (masa depan) ku. Bagaimana aku bisa lupa?
Aku menirukan salam hormat yang mengetuk dada (sasageyo sasageyo~~), yang membuat Otto tertawa kecil dan menggosok kepalaku. “Kapten bergegas kembali ke sini bersamamu. Dia bilang kau pingsan di gerobak. Dia akan kembali segera setelah dia selesai dengan apa yang perlu dia lakukan. ”
Aku tidak tahu berapa lama untuk menyembelih babi, tetapi mereka harus menyiapkan daging setelahnya, jadi aku tidak berharap itu akan segera berakhir.
Hm … Kalau dipikir-pikir, Tuuli bilang kita akan makan daging segar untuk makan malam. Sepertinya aku akan menunggu di sini sebentar. Sadar bahwa aku memliki banyak waktu luang, aku telah memasukkan bahan-bahan yang aku butuhkan untuk membuat papyrus palsu ke dalam kereta, tetapi mereka berada di luar jangkauanku.
“Ada apa, Myne? Merasa kesepian tanpa ayah dan ibumu? ”
“Tidak, aku hanya memikirkan bagaimana aku bisa menghabiskan waktuku.” Aku menggelengkan kepala dan mengatakan apa yang sebenarnya aku pikirkan.
Otto menatapku dengan keras sebentar, lalu berbisik, “Dia bilang kalau dia memang tidak semuda kelihatannya,” dan mengangguk pada dirinya sendiri. “Aku mungkin punya sesuatu yang bisa membantu, Myne. Bagaimana dengan ini?”
“Wow! Batu tulis! ”
Otto mengulurkan batu tulis itu. Dia tahu pasti kita akan melewati gerbang hari ini, jadi dia membawanya untuk diberikan kepadaku.
Seorang man of culture yang memperhatikan orang lain?! Tuan Otto adalah orang yang luar biasa!
“Aku harus kembali dan berdiri di pintu gerbang, tetapi teruskan dan latih ini selagi aku pergi.”
Otto menulis namaku, Myne, di bagian atas batu tulis sebelum menaruh pena batu tulis dan kain. Dia kemudian meninggalkan ruangan.
Aku memeluk batu tulis itu dengan satu tangan dan melambaikan tangan yang lain pada Otto dengan senyum terbesar yang pernah kubuat dalam hidupku sebelum mengembalikan pandanganku kembali ke batu tulis.
Cara terbaik untuk menjelaskannya adalah dengan menyebutnya papan tulis mini dengan ukuran selembar kertas A4. Sebuah batu tipis berwarna gelap diletakkan di bingkai kayu. Kedua sisinya dapat ditulis, dan salah satu dari mereka memiliki garis untuk berlatih menulis huruf.
Pena batu tulis adalah alat tulis khusus untuk batu tulis, dan meskipun aku bisa tahu itu adalah batu tipis, itu tampak seperti sepotong kapur tipis. Kain yang agak kotor adalah cara untuk membersihkan batu tulis. Kain itu mungkin akan melakukan pekerjaannya dengan baik, mengingat bagaimana huruf-huruf yang ditulis Otto menjadi sedikit kabur karena aku memeluk batu tulis itu.
“Aaah, jantungku berdebar begitu cepat!” Aku meletakkan batu tulis ke atas meja dan mulai memegang pena. Hanya dengan memegang papan tulis dan pena saja sudah membuat jantungku berdegup kencang.
Aku mulai dengan menyalin huruf-huruf yang ditulis Otto, yang mana merupakan huruf yang tidak aku kenal sama sekali. Aku sangat gugup menulis huruf-huruf pertama dari kehidupan keduaku sehingga mereka semua terlihat bengkok dan bergerigi. Jika aku berada di Jepang, aku mungin hanya akan menggelengkan kepalaku dan segera menghapus huruf-huruf itu dan mencobanya lagi. Tapi sudah begitu lama sejak aku melihat huruf sehingga aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari mereka. Aku sangat senang.
Aku menghela napas dalam-dalam, dan menghebuskannya, menyeka huruf-huruf itu dengan kain di sebelah batu tulis, dan mencobanya lagi. Segalanya menjadi jauh lebih baik pada percobaan kedua. Aku menulis namaku, menghapusnya, menulisnya, menghapusnya …
Ketika aku bosan dengan itu, aku menulis puisi kecil dan lirik lagu dalam bahasa Jepang, kemudian menghapusnya, lalu menulisnya, kemudian menghapusnya …
Haaah … Ini adalah kebahagiaan.
Aku tidak akan pernah menyangka kalau menulis huruf bisa membuatku sangat bahagia.
Meskipun berada di dekat tungku, ruang tunggu itu begitu dingin sehingga setelah menghabiskan berjam-jam bermain dengan batu tulis dan menunggu keluargaku, aku masuk angin dalam waktu yang singkat dan berakhir di tempat tidur dengan demam.
“Kamu masih demam, Myne, jadi tetaplah di tempat tidur. Jangan keluar! ”
“…Baik.”
Orang tuaku sibuk mondar-mandir, masuk dan keluar rumah, ketika mereka membawa sayuran ke gudang musim dingin. Tuuli berada di dapur membuat selai buah dan madu yang telah dikumpulkannya sendiri. Di dunia ini, yang kubutuhkan hanyalah aroma manis yang bisa aku cium di dalam rumahku sendiri. Itu sudah membuatku bahagia.
Ketika mereka sedang menyimpan bir dan babi yang sudah disiapkan, Tuuli membawakan aku sup untuk makan siang. Aku menyingkirkan batu tulisku dan mengambil nampan sup darinya.
“Maaf, Tuuli.”
“Serius. Ini benar-benar menyusahkan. ”
“Aww, apa? Tidakkah Kamu berjanji untuk tidak mengatakan itu? ”
“Aku tidak pernah berjanji untuk tidak mengatakan itu!”
Maksudku … Oke, Kamu tidak menjanjikan itu. Tapi bukankah itu seperti janji yang tak terucapkan?
Sementara semua orang melelahkan diri mempersiapkan diri untuk musim dingin, aku berbaring di tempat tidur dan bermain-main dengan batu tulis pemberian Otto, berlatih menulis namaku dan bersenang-senang menulis dalam bahasa Jepang.
Tetapi aku benar-benar menginginkan buku yang akan melestarikan penulisanku secara permanen. Jika menulis beberapa huruf saja sudah membuat aku bahagia, aku pikir membaca buku akan membuat aku benar-benar gembira. Aku harus cepat sehat sehingga aku bisa membuat kertas.
–Litenovel–
–Litenovel.id–
Comments